KHUTBAH JUMAT SINGKAT BAHASA JAWA
(TIGANG
PERKAWIS KANG PERLU DIHINDARI)
OLEH : FAIZ, S.Pd.I
MRICO TENGAHAN, LEBAK GROBOGAN 2019
الحمد لله أحمده وسبحانه وتعالى على نعمه الغزار, أشكره على قسمه المدرار,
. أشهد ان لا اله الا الله وحده لا شريك له. واشهد ان سيدنا محمدا عبده و رسوله
النبي المختار. اللهم صل على سيدنا محمد وعلى أله الأطهار وأصحابه الأخيار وسلم
تسليما كثيرا. أما بعد فياأيها الناس اتقوالله حق تقاته ولاتموتن الا وأنتم مسلمون.
Alhamdulillah,
puji syukur kehadirat Allah yang Maha Agung shalawat dan salam
terhaturkan kepada
Rasulullah manusia paling sempurna di jagat alam. Pada hari kesempatan yang
istimewa ini marilah kita bersama-sama meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah
swt. Karena ketaqwaanlah yang akan membawa kita pada keselamatan.
Khutbah
kali ini ingin menyampaikan satu hadits Rasulullah saw yang jika diperhatikan
secara seksama memberikan ajaran kepada seorang muslim agar tidak terjerumus
dalam kerugian. Hadits itu berbunyi:
رُوِىَ عَنِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: مَنْ أَصْبَحَ وَهُوَ
يَشْكُو ضَيْقَ الْمَعَاشِ فَكَاَنَّمَا يَشْكُو رَبَّهُ وَمَنْ أَصْبَحَ
لِأُمُوْرِ الدُّنْيَا حَزِيْنًا فَقَدْ أَصْبَحَ سَاخَطًا عَلىَ اللهِ وَمَنْ
تَوَاضَعَ لِغَنِيٍّ لِغِناَهُ فَقَدْ ذَهَبَ ثُلُثَا دِيْنِهِ
Diriwayatkan
dari Nabi saw sesungguhnya beliau pernah bersabda: barang siapa bangun di pagi
hari kemudian mengadukan kesulitannya kepada sesama (mahkluk/manusia), maka
seolah-olah ia mengadukan tuhannya (karena tidak rela dengan apa yang
diterimanya). Dan barang siapa merasa sedih dengan kondisi duniawinya di
waktu pagi, maka dia pagi-pagi telah membenci Allah. Dan barang siapa
merendahkan dirinya di hadapan orang kaya karena kekayaannya sungguh telah
lenyap dua pertiga agamanya.
Jama’ah
Jum’ah Rahimakumullah
Itulah
tiga hal yang seharusnya dihindarkan oleh setiap muslim. Mengingat ketiga hal
tersebut memiliki dampak buruk kepada hubungan manusia dengan Allah swt.
Pertama, hindarkanlah
kebiasaan mengeluh kepada sesama akan kondisi yang ada. Karena hal itu sama
artinya dengan menggugat taqdir Allah swt yang ditetapkan bagi seorang hamba.
Mengeluh dan meratapi nasib yang diderita sama artinya dengan merasa tidak
puasa akan pemberian Allah swt. Ketidak puasan itu adalah manusiawi, tetapi
hendaknya langsung saja diratapkan dalam doa kepada-Nya janganlah diadukan
kepada sesama. Sebagaimana do’a Nabi Musa yang dipantajkan kepada Allah swt
tatkala beliau melewati lautan berama kaumnya:
اَلَّلهُمَّ
لَكَ الْحَمْدُ وَاِلَيْكَ الْمُشْتَكَى وَاَنْتَ الْمُسْتَعَانُ وَلَا حَوْلَ
وَلَا قُوَّةَ اِلَّا بِاللهِ اْلعَلِيِّ الْعَظِيْمِ
Ya
Allah segala puji bagi-Mu. Kepada Engkaulah aku mengadu dan hanya Engkau yang
bisa memberi pertolongan. Tiada daya dan upaya, serta tiada kekuatan kecuali
dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung
Kedua,
hindarkanlah perasaan sedih dengan kondisi yang ada dipagi hari. Karena hal itu
akan menimbulkan rasa tidak ridha dengan apa yang diberikan Allah kepada kita.
Kedua larangan ini adalah bukti ketdak sabaran seorang hamba akan nasibnya.
Sesungguhnya orang yang sabar tidak akan menggerutu apalagi mengadukan nasibnya
kepada sesama.
Kedua
hal di atas pada hakikatnya menunjukkan betapa seeorang hamba tidak lagi
bersabar. Karena sejatinya sabar adalah Tajarru’ul
murarati bighairi ta’bitsin (tahan menelan barang pahit
tanpa cemberut). Oleh
karena itu, ketika di pagi hari kita telah menggerutu akan keadaan nasib kita,
berarti kita bukan lagi orang yang sabar. Apalagi hingga mengadukan nasib kita
kepada sesama manusia dengan mengeluhkan keberadaan dan keadaan yang kita alami.
Ma’asyiral
Muslimin Rahimakumullah
Ketiga, barang
siapa merendahkan dirinya di hadapan orang kaya karena kekayaannya sungguh
telah lenyap dua pertiga agamanya. Poin ketiga dan terkahir ini dapat dimaknai
sebagai larangan Rasulullah saw akan adanya persaan thama’ dan pengharapan yang
tinggi kepada sesama. Karena pengharapan itu hanya boleh disandarkan kepada
Allah swt saja.
Sedangan
pada sisi lain juga menunjukkan larangan pengagungan sesama manusia, apalagi
pengagungan itu dilatar belakangi kepimilikan harta, sungguh hal itu pasti akan
berimbas pada penghinaan ilmu dan kemaslahatan. Bukankah ini telah menjadi
fenomena di sekitar kita saat ini? Di mana orang-orang yang memiliki harta
dapat menguasai berbagai jejaring bahkan dapat menentukan arah ilmu
pengetahuan. Bukankah beberapa wacana yang ada di negeri ini merupakan hasil
kerja para penyandang dana? Na’udzubillahi min dzalik.
Jama’ah
Jum’ah yang Dirahmati Allah
Jika
demikian adanya berbagai larangan, lantas apakah hal yang diperbolehkan untuk
kita dalam menilai lebih sesama manusia? Islam hanya memberikan tiga dua kepada
umatnya agar saling menghargai dan memuliakan pertama karena ilmunya, karena kebaikannya. Selebihnya
tidak ada. Jadi siapapun yang memuliakan manusia dengan berbagai alasan
sesungguhnya orang itu telah terjerembab kepada lubang kecil yang jika
dibiarkan akan menenggelamkan diri pada lumpur kethamakan.
Akhirul
kalam, pada khutbah ini khatib hanya ingin menyampaikan pesan Sayyidul Auliya
Syaikh Abdul Qadir al-Jailani bahwa:
لاَبُدَّ
لِكُلِّ مُؤْمِنٍ فِى سَائِرِ اَحْوَالِهِ مِنْ ثَلَاثَةِ أَشْيَاء: أَمْرٌ
يَمْتَثِلُهُ وَنَهْيٌ يَجْتَنِبُهُ وَقَدْرٌ يَرْضَى بِهِ
Setiap
muslim harus berada dalam tiga keadaan yaitu, melaksanakan perintah Allah,
menjauhi larangan Allah dan rela akan qadha dan qadar (ketetapan) Allah.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ
وَنَفَعَنِي وَإيَّاكُمْ ِبمَا ِفيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَالذكْر ِالْحَكِيْمِ
وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ
Khutbah II
اَلْحَمْدُ
للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ.
وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى
اِلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ
وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
مَّا بَعْدُ
فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا
نَهَى وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ
بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ
وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا
صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ
وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ
عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ
بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ
بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا
اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ
0 Response to "TIGA PERKARA YANG HARUS DITINGGALKAN"
Post a Comment