DARI AIB MENUJU GAIB Bagian 2

AL HKAM 003
SYAIKH IBNU ATHOILLAH
DARI AIB MENUJU NGAIB 02

مَنْ أَشْرَقَتْ بِدَايَــتُهُ أَشْرَقَتْ نِهَايَــتُهُ

Siapa cemerlang pada permulaan, cemerlang pula pada kesudahan

Kebalikan dari hal ini sama benarnya, da barangkali lebih diperhatikan oleh sebagian manusia. Jika amal didorong oleh naluri dan sifat mementingkan diri sendiri, maka hasil akhirnya akan memalukan serta tanpa manfaat. Perjalanan hidup yang dimulai dengan pendirian kuat serta keinginan yang tulus untuk mencari kebenaran dan senantiasa teguh berada di jalan itu, maka besar kemungkinan pada akhirnya dia peroleh kesuksesan dan pencerahan. Apa yang dimulai dengan cahaya akan diakhiri dengan cahaya dan kesenangan. Sedangkan apa yang dimunculkan dari kegelapan akan masuk dalam gelapnya kejahilan.

مَااسْتَوْدِعَ فِى غَيْبِ السَّرَائِـــرِ, ظَهَرَ فِى شَهَادَةِ الظَّوَاهِرِ

Apa yang tersimpan dalam kegaiban hati, pada dunia nyata akan termanifestasi.

Setiap pembuluh akan mengeluarkan apa yang ada di dilamanya, dan setiap pembawa wewangian akan bisa dijejaki. Karena penampakan batin akan mengungkap apa yang disembunyikan dan topeng-topeng pada akhirnya akan terlepas. Pembacaan kita atas alam lahir adalah penafsiran akan kondisi batin. Alam lahir dan batin dihubungkan oleh kekuatan yang menyatukan dari Sang Pencipta serta Pemelihara seluruh alam.

شَـــتَّانَ بَيْنَ مَنْ يَسْتَدِلُّ بِهِ أَوْ يَسْتَدِلُّ عَلَيْهِ, اَلْمُسْتَدِلُّ بِهِ عَرَفَ الْحَــقَّ لِأَهْلِهِ, فَأَثْبَتَ الْأَمْرَ مِنْ وُجُوْدِ أَصْلِهِ. وَالإِسْتِدْلَالُ عَلَيْهِ مِنْ عَدَمِ الْوُصُوْلِ إِلَيْهِ. وَإِلَّا فَمَتَى غَابَ حَتَّى يُسْتَدَلَ عَلَيْهِ؟ وَمَتَى بَعُدَ حَتَّى تَكُوْنُ اْلأَثَارَ هِيَ الَّتِى تُوْصِلُ إِلَيْهِ؟


Betapa jauh perbedaan antara orang yang berdalil bahwa adanya Allah menunjukkan adanya alam, dan orang yang berdalil bahwa adanya alam menunjukkan adanya Allah. Orang yang berdalil pertama mengerti kebenaran sejati, hingga ia dapat meletakkan segala perkara sesuai dengan hakikatnya. Sedangkan orang yang berdalil kedua ia belum mengenal-Nya. Kapan Allah tidak ada hingga diperlukan bukti untuk mengetahui ada-Nya? Kapan Allah jauh hingga mesti semesta alam yang mengantarkan kepada-Nya?

Mayoritas kita selalu mencari bimbingan, petunjuk dan bukti Sang Pencipta, tentang perbuatan baik dan tanggungjawab kita. Ada orang-orang yang mendapat cahaya Ilahilah dan bertindak sesuai dengan ilham batin serta petunjuk ilahi mereka. Kelompok pertama mencari bukti cahaya, dan hanya sedikit yang di sadarkan olehnya. Sedangkan kelompok terakhir hidup dengan mengacu dan memahami cara-cara Allah yang sempurna.

(لِــيُــنْفِقْ ذُوْسَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ) أَلْوَاصِلُوْنَ إِلَيْهِ (مَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُــهُ) اَلسَّائِرُوْنَ إِلَيْهِ

“Hendaklah orang yang mempunyai keluasan harta berderma menurut kemampuannya,”ditujukan kepada mereka yang telah sampai kepada Allah. “Dan siapa yang disempitkan rizkinya, hendaknya mendermakan apa yang diberikan Allah kepadanya”(Q. 65:7) Ditujukan kepada mereka yang tengah menuju Allah.

Orang-orang yang tercerahkan telah diberi kekayaan pengetahuan yang tidak terbatas dalam tingkatan tauhid mereka. Mereka mengetahui bahwa semuanya berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya, serta sungguh Dia Maha Kuasa. Sementara, mayoritas para salik yang masih tertimpa beberapa jenis kekufuran dan kesyirikan juga harus melayani serta berkorban demi orang lain, yang lebih tidak beruntung dalam hal keimanan. Semakin kita menikmati kemurahan dan pemberian Allah, semakin kita dapat merasakan kehadiran Sang Maha Pemurah, Pengasih dan Maha Pemberi. Sesungguhnya kita semua adalah penerima Rahmat-Nya.

إِهْتَدَى الرَّاحِلُوْنَ إِلَيْهِ بِأَنْوَارِ التَّوَجُّهِ. وَالْوَاصِلُوْنَ لَهُمْ أَنْوَارُ الْمُوَاجَّهَةِ. فَالْأَوَّلُوْنَ لِأَنْوَارِ, وَهَؤُلَاءِ الْأَنْوَارِ لَهُمْ, لِأَنَّهُمْ لِلَّـهِ لَا لِشَيْئٍ دُوْنَهُ (قُلِ اللَّـهُ ذَرْهُمْ فِى خَوْضِهِمْ يَلْعَبُوْنَ)

Orang-orang yang tengah menuju kepada Allah mendapat petunjuk dengan cahaya pendekatan. Sedangkan orang-orang yang telah sampai kepada Allah mempunyai cahaya tatap muka. Yang pertama memiliki cahaya, sedangkan cahaya milik yang terakhir, sebab mereka milik Allah, bukan milik sesuatu selain-Nya. “katakanlah, Allah; kemudian biarkan mereka bermain-main dalam ketenggelaman mereka” (Q. 6:92).

Perjalanan menempuh jalan spiritual tercerahkan sesuai dengan kualitas niat, amal baik dan ibadah. Orang-orang yang tercerahkan akan selalu bertindak selaras dengan kehendak Allah dan tidak mengalami pertentangan atau kebingungan sedikit pun. Cahayalah yang akan mencari mereka, bukan mereka yang mencari cahaya. Mereka menyaksikan Allah yang mereka cintai terus-menerus, baik dalam waktu senang maupun susah. Keadaan batin mereka melampaui keadaan untung dan rugi. Mereka benar-benar milik-Nya dan mengetahui bahwa segala sesuatu dari-Nya.

تَشَوُّفُكَ إِلَى مَابَطَنَ فِيْكَ مِنَ الْعُيُوْبِ خَيْرٌ مِنْ تَشَوُّفِكَ إِلَى مَاحُجِبَ عَنْكَ مِنَ الْغُيُوْبِ

Usahamu mengetahui beberapa kekurangan yang tersembunyi dalam dirimu lebih baik ketimbang menyingkap perkara gaib yang tersembunyi darimu.

Salik yang cerdas adalah yang mengamati dan memperbaiki kesalahan, kekurangan, tabir, kekotoran, serta kesamaran yang ia miliki. Kesalahan diri yang nyata disebabkan oleh keinginan, ketamakan, harapan, serta seluruh ketidakseimbangan dalam tubuh dan pikiran. Sakitnya hati disebabkan oleh keinginan batin akan penghargaan, kebencian, keserakahan, ketidaktulusan, dan tabir-tabir lainnya, yang menghilangkan kebebasan hati dari ketergantungan pada makhluk. Alam gaib terhalangi dari kita justru karena kesalahan, tabir, serta kerusakan pikiran dan hati kita.

اَلْحَقُّ لَيْسَ بِمَحْجُوْبٍ وَإِنَّمَا الْمَحْجُوْبُ أَنْتَ عَنِ النَّظَرِ إِلَيْهِ, إِذْ لَوْ حَجَبَهُ شَيْئٌ لَسَتَرَهُ مَاحَجَبَهُ, وَلَوْ كَانَ لَهُ سَاتِرٌ لَكَانَ لِوُجُوْدِهِ حَاصِرًا, وَكُلُّ حَاصِرٍ لِشَيْئٍ فَهُوَ لَهُ قَاهِرٌ, (وَهُوَ الْقَاهِرُ فَوْقَ عِبَادِهِ)

Allah tidak terhalangi. Engkaulah yang terhalangi dari melihat-Nya. Sekiranya ada sesuatu yang menghalangi Allah, sesuatu itu akan menutupi-Nya. Dan sekiranya ada tutup bagi-Nya, tentu ada batasan bagi Wujud-Nya. Dan sesuatu yang membatasi tentu menguasai yang dibatasi, padahal “Allah maha Kuasa atas semua hamba-Nya” (Q. 6:18)

Allah adalah Pencipta segala sesuatu, termasuk tirai-tirai dan batasan-batasan. Cahaya-Nya menyinari semua ekstensi yang kita ketahui maupun tidak kita ketahui. Dia adalah sebelum, sesudah dan dalam segala sesuatu, serta sesungguhnya “Tidak ada sesuatu pun selain-Nya”  Akan tetapi, kita terhijab untuk melihat Dzat-Nya oleh kemampuan imajinasi (khayali). Semua tirai adalah bagian dari Rahmat-Nya, karena tanpa tirai atau ilusi diri akan benar-benar mati dan lenyap tatkala berhadapan dengan Yang Maha Mutlak.

أُخْرُجْ مِنْ أَوْصَافِ بَشَرِيَّــــتِكَ عَنْ كُلِّ وَصْفٍ مُنَاقِصٍ لِعُبُوْدِيَـــتِكَ لِتَكُوْنَ لِنِدَاءِ الْحَقِّ مُجِــيْــبًا وَمِنْ حَضْرَتِهِ قَرِيْــبًا

Keluarkanlah sifat-sifat kemanusiaanmu, setiap sifat yang menyalahi penghambaanmu, supaya mudah bagimu menyambut panggilan Allah dan mendekat ke hadilirat-Nya.

Banyak waktu alamiyah jiwa yang bertentangan dengan potensi spiritual kita. Kesombongan, kejahatan, egoisme ketidaksabaran, penyimpangan serta semua bentuk kemaksiatan adalah kecenderungan negatif yang harus ditinggalkan jika ingin maju. Sebaliknya, kesopanan, kebijakan dan keadilan adalah sifat-sifat baik yang penting, yang ditimbulkan oleh penyerahan diri yang tepat dan penghambaan yang mulia. Apabila diri diatur secara benar dan tertundukkan maka cahaya diri realitas dan kebenaran yang lebih tinggi akan tampak.

أَصْلُ كُلِّ مَعْصِيَةٍ وَغَفْلَةٍ وَشَهْوَةٍ اَلرِّضَا عَنِ النَّفْسِ. وَأَصْلُ كُلِّ طَاعَةٍ وَيَقْظَةٍ وَعِفَّةٍ عَدَمُ الرِّضَا مِنْكَ عَنْهَا. وَلَئِنْ تَصْبَحَ جَاهِلًا لَايَرْضَى عَنْ نَفْسِهِ خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ تَصْحَبَ عَالِمًا يَرْضَى عَنْ نَفْسِهِ. فَأَيُّ عِلْمٍ لِعَالِمٍ يَرْضَى عَنْ نَفْسِهِ وَأَيُّ جَهْلٍ لِجَاهِلٍ لَايَرْضَى عَنْ نَفْسِهِ

Pangkal segala maksiat, kelalaian dan syahwat adalah pengumbaran nafsu. Dan pangkal segala kekuatan, kewaspadaan, dan kebijakan adalah pengekangan nafsu. Bersahabat dengan orang bodoh yang tidak memperturutkan hawa nafsunya lebih baik bagimu ketimbang bersahabat dengan orang pintar yang memperturutkan hawa nafsunya. Kepintaran apalagi yang dapat disandangkan pada orang pintar yang selalu memperturutkan hawa nafsunya?  Dan kebodohan apalagi yang dapat disandangkan pada orang bodoh yang tidak memperturutkan hawa nafsunya?

Nafsu memberi pengetahuan tentang Yang Maha Hadir dan kesempurnaan-Nya. Pengalaman dan keinginan masa lalu beserta riwayatnya kegagalan serta kesuksesan adalah rintangan menuju pemahaman yang lebih tinggi. Barang siapa tidak mampu mengatasi rintangan berupa memori masa lalu, ia tidak akan mampu membaca situasi masa kini dengan jernih. Segala sesuatu akan dilihat dan dinilai oleh takaran-takaran masa lalu. Maka orang-orang yang menghilangkan hawa nafsu, masa lalu dan masa kininya, ia akan mampu melihat peristiwa masa kini secara mendalam dan jujur.

0 Response to "DARI AIB MENUJU GAIB Bagian 2"

Post a Comment