AL HIKAM 002 : AGAR HATI TAK TERTIRAI


 AL HIKAM
OLEH : SYEKH IBNU ATHO'ILLAH
BAGIAN 002

 AGAR HATI TIDAK TERTIRAI
تَنَوَّعَتْ أَجْنَاسُ الْأَعْمَالِ لِتَــنَوُّعِ وَارِدَاتُ الْأَحْوَالِ.

Amal itu beragam lantaran beragamnya ahwal
(keadaan yang menimpa hati)


Sebuah amal yang berasal dari hati yang murni dan tulus tidaklah sama dengan sebuah amal yang didorong oleh keinginan-keinginan, kekuatan-kekuatan dan ambisi-ambisi pribadi. Hasil dari perbuatan yang berbeda-beda sesuai dengan niat dan kondisi kalbumu. Perbuatah adalah pergerakan lahir dari apa yang ada dalam kalbu dan bergantung pada keadaannya. Maka, seluruh kondisi dan pengamalan yang ada mencerminkan keadaan kalbu yang sebenarnya.

اَلْأَعْمَاُل صُوَرٌ قَائِمَةٌ, وَأَرْوَاحُهَا وُجُوْدُ سِرِّ اْلإِخْلَاصِ فِيْهَا.

Amal itu kerangka yang mati, dan ruhnya adalah rahasia keikhlasan yang ada padanya.

Amala adalah jelmaan lahiriyah dari niat dan keinginan. Pengalaman lahiriyah adalah cerminan dari hakikat dan keadaan batin. Amal tidak akan gagal bila tanpa kesesuaian dengan niat. Puncak keikhlasan adalah kesadaran bahwa kita tidak memiliki kekuatan atau kehendak “bebas”. Bergantunglah kepada-Nya, pahamilah perintah-Nya dan harapkanlah hasil yang cemerlang.

إدْفِنْ وُجُوْدُكَ فِى أَرْضِ الْخُمُوْلِ, فَمَا نَبَتَ لَمْ يُدْفَنْ لَايُتِمُّ نَتَاجُهُ.

Pendamlah wujudmu dalam tanah tak dikenal. Karena sesuatu yang tumbuh dari benih yang tidak ditanam (terlebih dahulu), buahnya tidak akan sempurna.

Hanya amal yang didasarkan pada penghambaan yang rendah hati dan persembahan di jalan Allah-lah yang bisa menghasilkan buah serta keterbebasan dari kepalsuan dan bayang-bayang makhluk. Bila seseorang menginginkan nama baik atau penghargaan, maka buahnya akan asam dan busuk, karena watak dunia yang selalu berubah. Seorang salik yang berhasil tidak memedulikan hasil akhir sebuah amal, karena ia cukup dengan merasakan nikmat-nikmat-Nya sejak awal penyerahan diri kepad-Nya.

مَانَفَعَ قَلْبُ شَىئٍ  مِثْلُ عُزْلَةٍ يَدْخُلُ بِهَا مِيْدَانَ فِكْرَةٍ

Tiada yang berguna bagi kalbu sebagaimana uzlah untuk memasuki medan perenungan.

Demi kesehatan sepiritual, kita perlu berpaling dari hasrat dn ambisi, kebingungan dan syirik. Hati memerlukan pengalaman heining, kemudian diisi dengan perenungan dan peningkatan kesadaran kepada Allah. Kita perlu menyeimbangkan pengalaman lahir dengan keadaan dan cahaya batin, sehingga pada saatnya nanti kita bisa melihat seluruh perwujudan dan pengalaman yang berasal dari yang maha Esa.

كَيْفَ يَشْرِقُ قَلْبٌ, صُوَرُ الْأَكْوَانِ مُنْطَبِعَةٌ فِى مِرْاَتِهِ, أَمْ كَيْفَ يَرْحَلُ إِلَى اللَّـهِ وَهُوَ مُكَـــــبَّلٌ بِشَهَوَاتِهِ؟ أَمْ كَيْفَ يَطْمَعُ أَنْ يَدْخُلَ حَضْرَةَ اللَّـهِ وَهُوَ لَمْ يَطْهَرْ مِنْ جَنَابَةِ غَفْلَاتِهِ؟ أَمْ كَيْفَ يَرْجُوْ أَنْ يَفْهَمَ دَقَائِقَ الْأَسْرَارِ وَهُوَ لَمْ يَتُبْ مِنْ هَوَاتِـــفِهِ؟

Bagaimana hati dapat bersinar, sementara gambar dunia terlukis dalam cerminnya? Atau bagaimana hati bisa berangkat menuju Allah kalau ia masih terbelenggu oleh syahwatnya? Atau bagaimana hati akan  antusias menghadap ke hadirat Allah bila ia belum suci dari janabah kelalian? Atau bagaiman hati mampu memahami kedalaman misteri gaib, padalah ia belum bertaubat dari kesalahannya?

Hati laksana cermin, ia memantulkan apa yang dihadapi dan diinginkannya. Cermin ini tertarik pada apa yang diinginkannya dan menolak apa yang dihindarinya. Bila hati yang ikhlas menghadapi cahaya Ilahi, maka ia akan memantulkan kebenaran yang mendalam dan bila hati menghadapi dunia yang penuh perubahan serta perselisihan, maka ia akan memantulkan godaan dan realitas fana. Hati tidak akan bisa tercerahkan oleh penglihatan batin rohani jika ia tertutup dan ternodai oleh hasrat, nafsu serta keinginan. Hati harus dipersembahkan semata-mata unruk tujuan awal, yakni jalan tauhid yang absolut. Allah lah Tuhan Yang Esa.

اَلْكَوْنُ كُلُّهُ ظُلْمَةٌ وَإِنَّمَا أَنَارَهُ ظُهُوْرُ الْحَقِّ فِيْهِ, فَمَنْ رَأَى الْكَوْنَ وَلَمْ يَشْهَدْهُ فِيْهِ اَوْ عِنْدَهُ أَوْ قَبْلَهُ أَوْ بَعْدَهُ فَقَدْ أَعْوَزَهُ وُجُوْدُ الْأَنْوَارِ. وَحُجِبَتْ عَنْهُ شُمُوْسُ الْمَعَارِفِ بِسُحُبِ اْلأَثَارِ

Alam ini serba gelap. Ia terang hanyalah karena tampaknya Allah di dalamnya. Siapa melihat alam namun tidak menyaksikan Tuhan di dalamnya, padanya, sebelumnya, atau sesudahnya, maka ia benar-benar memerlukan cahaya, dan “surya” makrifat terhalang baginya oleh “awan” benda-benda ciptaan.

Meskipun seluruh alam ini diciptakan dari nur Ilahi, tetapi semua perwujudannya tampi sebagi bayang-bayang akan baik dan buruk, siang dan malam. Jika seorang salik tidak melihat Allah yang meliputi cahaya dibalik semua gambaran yang kerlap-kerlip ini, berarti ia diliputi kebingungan terhadap bayang-bayang eksistensial dan awan-awan realitas yang berubah-ubah. Penciptaan manusia mempunyai makna dan tujuannya sendiri, berasal dari nur azali, yakni sebab yang selalu ada dibalik perubahan pengalaman duniaw yang tampak.

مِمَّايَدُ لَكَ عَلَى وُجُوْدِ قَهْرِهِ سُبْحَانَهُ أَنْ حَجَبَكَ عَنْهُ بِمَا لَيْسَ بِمَوْجُوْدٍ مَعَهُ.

 Di antara bukti yang memperlihatkan kepadamu adanya kekuasaan Allah adalah Dia menghalangimu dari melihat-Nya dengan tabir yang tiada wujud di sisi-Nya.

Sesuatu selain Allah adalah ilusi yang berlalu, tabir, serta gambar yang kerlap-kerlip. Segala sesuatu di dunia ini berasal dari-Nya, dipelihara oleh-Nya, dan akan kembali kepada-Nya. Bagaimanapun, alam panca indera adalah rahmat yang bbersifat temporer dan titik awal untuk mendaki kepada Allah. Sesungguhnya tidak segala sesuatu pun selain-Nya. Dan, segala sesuatu selain-Nya adalah sebuah bayangan atau ciptaan, yang menunjukkan pancaran cahaya-Nya. Dikatakan, orang yang menyadari bahwa makhluk tidak memiliki kekuatan yang berdiri sendiri untuk bertindak, maka ia telah menang, dan barang siapa yang memandang bahwa makhluk tidak mempunyai kehidupan yang bebas, maka ia telah mencapai Allah, serta orang yang memandang bahwa makhluk itu tidak ada, maka ia telah sampai kepada-Nya.

كَيْفَ يُــــتَصَوَّرُ أَنْ يُحْجَبَهُ شَىئٌ وَهُوَ الَّذِى أَظْهَرُ كُلَّ شَىئٍ!
كَيْفَ يُــــتَصَوَّرُ أَنْ يُحْجَبَهُ شَىئٌ وَهُوَ الَّذِى ظَهَرَ بِكُلِّ شَىئٍ!
كَيْفَ يُــــتَصَوَّرُ أَنْ يُحْجَبَهُ شَىئٌ وَهُوَ الَّذِى ظَهَرَ فِى كُلَّ شَىئٍ!
كَيْفَ يُــــتَصَوَّرُ أَنْ يُحْجَبَهُ شَىئٌ وَهُوَ الَّذِى ظَهَرَ لِكُلَّ شَىئٍ!
كَيْفَ يُــــتَصَوَّرُ أَنْ يُحْجَبَهُ شَىئٌ وَهُوَ الظَّاهِرُ قَبْلَ وُجُوْدِ كُلَّ شَىئٍ!
كَيْفَ يُــــتَصَوَّرُ أَنْ يُحْجَبَهُ شَىئٌ وَهُوَ أَظْهَرُ مِنْ كُلَّ شَىئٍ!
كَيْفَ يُــــتَصَوَّرُ أَنْ يُحْجَبَهُ شَىئٌ وَهُوَ الوَاحِدُ الَّذِى لَيْسَ مَعَهُ شَىئٍ!
كَيْفَ يُــــتَصَوَّرُ أَنْ يُحْجَبَهُ شَىئٌ وَهُوَ أَقْرَبُ إِلَيْكَ مِنْ كُلَّ شَىئٍ!
كَيْفَ يُــــتَصَوَّرُ أَنْ يُحْجَبَهُ شَىئٌ وَلَوْلَاهُ مَا الَّذِى أَظْهَرُ كُلَّ شَىئٍ!

Babagiamana bisa dibayangkan kalau sesuatu dapat menghalangi-Nya, sementara Dia-lah yang menampakkan segala sesuatu? Bagaimana bisa dibayangkan kalau sesuatu sanggup menghalangi-Nya jika Dia-lah yang Tampak pada segala sesuatu? Bagaimana bisa dibayangkan kalau sesuatu mampu menghalangi-Nya, sedangkan Dia-lah yang Tamapk dalam segala sesuatu? Bagaimana bisa dibayangkan kalau sesuatu kuasa menghalangi-Nya, padahal Dia-lah yang Tampak untuk segala sesuatu? Bagaimana bisa dibayangkan kalau sesuatu dapat menghalangi-Nya, sementara Dia-lah yang Ada sebelum ada segala sesuatu? Bagaimana bisa dibayangkan kalau sesuatu sanggup menghalangi-Nya, bila Dia lebih jelas ketimbang segala sesuatu? Bagaimana bisa dibayangkan kalau sesuatu mampu menghalangi-Nya, sedangkan Dia Esa, yang tiada di samping-Nya sesuatu apapun? Bagaimana bisa dibanyangkan, kalau sesuatu kuasa menghalangi-Nya, padahal Dia lebih dekat kepadamu daripada segala sesuatu? Bagaimana bisa dibayangkan kalau sesuatu dapat menghalangi-Nya, sementara seandainya Dia tidak ada, niscaya tidak akan ada segala sesuatu?  Betapa ajaib keberadaan bisa tampak dalam ketiadaan? Atau bagaimana sesuatu yang baru bisa bersanding dengan Yang Maha Dahulu?


Al-haqq tidak datang dari sesuatu atau dalam sesuatu, atau diatasnya, atau dibawahnya. Jika dia datang dari sesuatu berarti Dia diciptakan dan dibatasi dengan jangka waktu hidup-Nya. Kalau Dia ada diatas sesuatu, maka Dia bersemayam diatasnya. Dan jika Dia ada dalam sesuatu berarti Dia terkurung didalamnya. Dan jika Dia ada di bawah sesuatu, berarti Dia ada di bawah kekuasaannya. Apapun yang tampak di alam “kesaksian” ini merupakan pancaran Dzat Tuhan, yang kekal dan dapat dirasakan sesuai dengan keadaan serta kepekaan si penerima. Tiada makhluk yang mempunyai realitas yang kekal dan bebas. Tiada yang kekal selain Sang Pencipta. Kalau engkau membandingkan yang telatif dengan yang absolut, maka yang relatif akan hilang dan tinggallah yang absolut, selamanya.

0 Response to "AL HIKAM 002 : AGAR HATI TAK TERTIRAI"

Post a Comment